Wednesday, 16 September 2009

Guru kita sedang sakit

Sadarkah anda bahwa selama ini kita memiliki sosok guru yang sangat luas ilmunya. Mulai  dari ilmu pengetahuan alam, teknologi, kesehatan, kejiwaan bahkan sampai urusan akhirat. Sang guru dengan dedikasi yang sangat tinggi mendatangi kita tiap hari, 24 jam penuh. Saat kita membutuhkannya, dia akan siap melayani. Tidak hanya kita sebagai orang dewasa, anak-anakpun dengan sabar dia ajari. Dengan ilmu yang sedemikian luasnya dan dedikasi sedemikian hebatnya, maka saya menjulukinya sebagai "GURU BANGSA"

Mengapa ?
Karena ditangan sang guru inilah moral bangsa terbentuk. Beliaulah yang menentukan karakter sebuah bangsa. Jadi bangsa yang ramah, atau jadi bangsa yang brutal. Jadi bangsa yang cerdas atau bangsa yang bodoh. Jadi bangsa yang memiliki kemampuan dalam berkreasi, atau menjadi bangsa yang pengikut.

Namun sang guru yang sangat dasyat ini sedang sakit. Beliau kesulitan dalam menilai mana yang harus diajarkan kepada muridnya.
Kadang materi untuk orang dewasa diberikan untuk anak-anak.
Kadang beliau mencontohkan kebrutalan seakan-akan berkata "inilah sifat bangsa kita yang sebenarnya".
Kadang berusaha menyelesaikan masalah orang lain seakan-akan beliau memiliki latar belakang psikologi yang mumpuni.
Kadang beliau mengajak kita untuk melihat masalah orang lain sebagai sebuah tontonan yang menghibur.
Kadang beliau menampilkan sandiwara yang mengajarkan jika anda wanita dan ingin kaya, menikahlah dengan anak orang kaya, namun harus siap menghadapi jahatnya anggota keluarga si kaya. Dan lucunya dia selalu mengulang topik yang sama dengan sandiwara yang berbeda.

Mari kita doakan semoga guru kita ini kembali sembuh dan sanggup memilah mana yang sepatutnya diajarkan kepada kita sebagai bangsa Indonesia. Sehingga ilmu yang beliau ajarkan mampu menjadikan bangsa kita menjadi bangsa yang cerdas, ramah, baik hati dan disegani oleh bangsa lain.

Ya.. anda benar.. guru yang saya maksud bernama televisi.

Pictures :  somecontrast.files.wordpress.com

Thursday, 3 September 2009

Koreksi diri sebelum mengkoreksi orang lain

.

Dulu, sulit sekali bagi saya untuk melakukan hal yang namanya koreksi diri. Mungkin karena ego yang sangat besar dan merasa selalu benar sendiri hehehe.. Sampai akhirnya saya mengalami kejadian yang sebenarnya sederhana, tapi entah mengapa sangat mempengaruhi hidup saya.

Suatu saat, ketika saya sedang mengendarai motor, saya melihat seorang cewe mengendarai motor di depan saya dengan standar samping dalam kondisi terbuka/terpasang. Tentu saja saya langsung mendekati motornya dari sisi kiri dan dengan gagahnya bilang "mba, standarnya masih turun". Wuih.. ternyata cewe itu cantik sekali. Namun belagak seperti super hero, tanpa menunggu si wanita itu mengucapkan terima kasih, saya langsung memacu motor saya dengan perasaan bangga seakan-akan sudah berpartisipasi dalam menyelamatkan dunia (apa hubungannya ya..).


Namun yang cukup mengagetkan, si cewe tadi ternyata mengejar motor saya sambil membunyikan klakson beberapa kali seakan meminta saya untuk berhenti. Sebagai makhluk pemimpi, tentu saja saya langsung mengurangi kecepatan motor saya. Sesaat saya membayangkan bahwa cewe cantik itu akan sangat berterima kasih dan mengajak kenalan. Dengan penampilan yang sok cool dan sambil tersenyum saya bertanya "ada apa mba ?". Cewe itu tersenyum sangat manis dan berkata "Maaf mas, cuma mau ngasih tau, standar motor mas juga masih turun ", kemudian dia kembali memacu motornya. 


Tinggallah saya sendiri dengan wajah berubah warna menjadi merah (niru keahlian bunglon) dan  tertawa kecil sendiri kayak orang stres.


Saat itu juga saya mendapat pelajaran baru bahwa "koreksilah diri kita sendiri dulu sebelum mengkoreksi orang lain"

Kejadian ini selalu menjadi pengingat saya di saat saya mulai merasa menjadi yang paling benar dan sombong.


Pictures : i-love-cartoons.com